Sebuah luapan hati seorang pemimpi

Kamis, 25 Oktober 2012 | Angel_Sibarani

Aku adalah seorang pemimpi yang berharap sebuah hal besar. Aku menumpahkan semua rasa kekecewaan yang sudah lama aku rasakan. Aku mencoba untuk tidak ingin mengucapkan sepatah kata apapun untuk menuntut yang sudah terjadi, biarlah semua sudah berlalu dimakan waktu. Tiap detak jam serasa menghantui, tiap menit serasa mengancam dan tiap detik serasa ingin dibunuh. Begitulah apa yang aku rasakan selama ini dan itu yang sering terjadi.

Ini adalah sebuah pukulan mental terberat yang pernah aku rasakan seumur hidup. Ternyata aku baru tahu sebuah kehidupan yang keras diluar sana menanti diujung jalan. Menantang, tanpa ada rasa ampun untuk menggilas apa yang ada dihadapan. Hanya sebuah nasehat yang teringat dalam otakku saat sebelum aku meninggalkan bangku sekolah, "Belajar baik baik nak...".
Sebuah harapan dari orang tua yang mengharapkan sang anak untuk mampu bangkit dari keterpurukan orang tua dimasa lampau. Harapan kecil yang sangat berarti buat aku dan masa depanku. Ternyata, apa yang dikatakan oleh sang orangtua benar terjadi. Dan sangat membekas dalam hati hingga kini.
Merasa sangat miris dan sedih ketika mengingat kembali sebuah kalimat yang terucap. Hingga kini, masih ada banyak pertanyaan dan misteri apa yang akan terjadi pada masa depan. Masa depan seperti black hole yang menghisap apa yang ada di hadapannya.
"Tuhan, apakah yang sudah Engkau rencanakan untuk masa depanku..? Apakah aku memang layak dan pantas mendapatkan sebuah masa depan cerah dengan melihat keadaan sekarang...?" Hanya itu doa yang terpanjat kepada Maha Kuasa. Berharap dengan yakin akan ada jawaban dalam doa dan meningkatkan kualitas keimanan.
Ketika ada peluang, aku bersyukur kepada Maha Kuasa dan meyakini bahwa ini adalah sebuah jalan keluar. Tetapi, Maha Kuasa berkata lain dengan tidak memberikan jalan itu kepadaku. Aku merasa semua menjadi tidak adil dan di kepalaku hanya pertanyaan "Mengapa...?" yang selalu datang.
Aku tidak dapat menerima kenyataan dan harus melepaskan apa yang bukan milikku saat ini. Sungguh berat memang melepas, tapi itu harus dan sebuah hal yang absolut untuk terjadi. Baiklah, kalau ini memang bukan jalan hidup yang Maha Kuasa tentukan, aku akan melepas dan tidak akan berharap lagi dengan jalan itu.
Dalam kehidupan nyata, mereka selalu bertanya akan aku seolah mereka peduli. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, mereka yang hanya menyarankan untuk berdoa dan bersabar. Aku lelah dengan penantian panjang yang tidak berujung dan merasakan sebuah kejenuhan pada titik tertinggi.
Apakah mungkin ini adalah takdir hidup ku yang telah digoreskan oleh yang Maha Kuasa diatas buku kehidupanku? Sehingga aku menjadi seperti keadaan ku sekarang ini.
Mereka tidak mengetahui sedikit pun betapa tertekannya batin dalam diri. Mereka hanya mengatakan hal yang sama, seperti mereka mengucapkan hal yang pertama kali dilakukan. Mungkin bagi mereka adalah sebuah hal mudah yang dengan gampang untuk dilakukan dan dirasakan.
Merasa penantian yang cukup panjang, tiada berujung sama sekali. Seolah harapan itu hilang, tidak ada yang mampu memberikan sebuah jawaban atas kepastian ini. Doa yang dipanjatkan kepada Maha Kuasa tiada balasan kembali. Aku sebagai manusia berdosa, hanya mampu berdoa dan berharap jawaban dari Maha Kuasa datang dengan segera.
Aku menangis dalam doa. Setiap kali aku berdoa, airmata selalu jatuh. Aku tidak mampu membendungnya, hingga menetes di pipi. Mengingat sebuah pengorbanan orangtuaku yang sangat besar dalam membesarkan, mendidik aku, anaknya. Aku merasa tidak sanggup, "Tuhan mengapa hal ini terjadi dalam hidupku...??, aku tidak sanggup melihat mereka menderita karena aku Tuhan." Hanya itu pintaku selama ini kepada Maha Kuasa.
Sempat terpikir olehku, jikalau aku tidak dapat membuat mereka bahagia, aku rela Maha Kuasa mengambil aku kembali kepadaNya. Airmataku semakin deras berjatuhan dan membasahi wajahku. Seolah itu adalah harapan kecil yang tidak mungkin terjadi.
Menurutku, membahagiakan mereka adalah sebuah mimpi ku sejak kecil. Mimpi yang tertanam dalam benak dan hingga kini aku belum mampu memenuhinya. Aku hanya pasrah melihat semua kenyataan yang harus aku terima dan semua usahaku serasa sia sia tanpa ada lagi harapan, sedikit harapan yang aku pinta.

Tags: | 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar